Roli Abdul Rohman

.::Media Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar::.

REFLEKSI SANG IBU

Kepada Yang Terhormat;
Sang Istri dan Ibunya Anak-anak
di-WISMA KEDIAMAN

Assalaamu’Alaikum Wr. Wb

Teriring salam dan do’a, semoga keluarga kita senantiasa dalam bimbingan dan Naungan al Kholiq al Mudabbir. Amiin .

Sang Istri dan Ibunya Anak-anak yang berbahagia,
Mengapa Allah Swt selaku al kholiq, mengatur hubungan antar manusia ? Mengapa diarahkan sedemikian rupa ? Mengapa ada ketentuan boleh dan tidak boleh ? Mengapa ada syarat dan ada rukun ? Mengapa ada rincian peraturan ? Hal ini dikarenakan adanya hubungan antar manusia, apalagi  hubungan perkawinan, tidak semudah apa yang diduga serta direncanakan. Ia bukan angka yang dapat dihitung atau diprediksi. Membangun rumah tangga bukan seperti membangun rumah, menyusun batu bata di atas tanah. Tidak juga seperti membuat taman, merangkai bunga, apalagi seperti menghitung binatang dalam kandang, bahkan sering terjadi kesenjangan antara yang diangankan dengan realitas yang dijalani.

Sang Istri dan Ibunya Anak-anak yang berbahagia,
Pengalaman hidup kita dalam bergaul menunjukan betapa sulitnya menjalin hubungan harmonis dengan sesama manusia. Tidak jarang kita mengerahkan sekian banyak tenaga, hanya untuk menguraikan persoalan sepele, menyisihkan sekian banyak waktu untuk menjelaskan maksud baik yang disalah pahami. Memang hubungan antar manusia sering diliputi kabut hitam, yang gelap dan sulit ditembus cahaya kebenaran, keadaan inilah yang seringkali memicu lahirnya perselisihan dan aneka problem yang menyelimuti rumah tangga.

Walaupun manusia telah mengalami kemajuan dan mencapai keberhasilan dalam berbagai bidang, akan tetapi kemajuan itu bukan dalam menyelesaikan perselisihan  atau memecahkan problema yang dihadapi dalam bangunan rumah tangganya. Manusia dan pergaulan antar sesamanya sejak dulu hingga kini menghadapi problema yang tidak jauh berbeda, yang berbeda hanyalah segala hal yang bersifat bendawi (sarana dan prasarana). Kesalah pahaman, kecemburuan, cinta, perkawinan dan kasih sayang ataupun kebutuhan akan kedamaian adalah fitrah yang dimiliki manusia.

Kita semua senang memiliki pasangan, senang bercinta, tetapi pernakah kita bertanya mengapa demikian dan untuk apa itu?  Boleh jadi kita pernah bertanya , tetapi mengetahui jawabannya pasti  tidak  mudah, kecuali yang mendapat petunjuk dari Allah SWT. Sekali lagi , hubungan antar manusia seringkali rumit, tidak jelas dan penuh problem. Problem akan bertambah banyak, jika kita tidak berusaha mengetahui duduk persoalannya , karena itu problema harus dihadapi secara optimis, bukan dengan menutup mata ataupun mengabaikannya, tetapi dengan sekuat daya dan upaya untuk mencari tahu apa dan siapa yang dihadapi, serta bagaimana mengatasinya, untuk menjaga citra diri dan harkat kemanusiaan yang asasi dalam hidupnya.

Sang Istri dan Ibunya Anak-anak yang baik hati,
Cinta manusia itu pada awalnya berangkat dari main-mainan, kemudian menunjukan bentuknya yang tidak disadari,  dan tibalah masa kelahiran, kemudian terus berkembang secara sistemik, baik menurun maupun menanjak dan sampai akhirnya ada masa kejenuhan ataupun kepunahan. Pandangan pertama dapat melahirkan cinta, demikian juga mendegar sifat-sifat seseorang. Bahkan seorang ulama’ besar yang hidup sekitar 12 abad yang lalu (Ibn Hazm) mengisahkan bahwa dia mengenal seseorang yang jatuh cinta melalui mimpi, namun cinta yang demikian itu rapuh bahkan bisa putus jiuka tidak ditopang unsure yang lain. Kalau demikian halnya, maka cinta jangan dikira hanya sekadar keinginan untuk menjalin hubungan lawan jenis, sekedar bercakap pun belum tetntu, apalagi jika hubungan dimaksud diharapkan langgeng. Pada saat kita rasakan keinginan itu, maka pada saat itulah dimulai perjuangan untuk mengembangkan dan menyuburkan cinta dan dari sinilah bermula perjuangan melanggengkan perkawinan. Juru masak tidak juga mahir hanya dengan menghayalkan hidangan lezat. Mereka perlu waktu untuk belajar dan juga perlu berkorban. Demikian halnya dengan mengembangkan cinta dan membina rumah tangga kalau tidak ingin ia terkubur selama-lamanya.

Sang Istri dan Ibunya Anak-anak yang mulia,
Tidak mungkin kiranya kita akan memberi apa yang tidak dimiliki. Tidak mungkin miencintai kalau tidak memiliki cinta, tetapi jangan menduga cinta dan kasih sayang terkubur hanya pada saat masing-masing bersikeras terhadap keinginannya. Ia bisa terkubur saat salah satu pihak selalu ego untuk melebur keinginan kekasihnya. Dari sinilah sebuah pertengkaran bila tidak berlebihan dan tidak  didengar orang bahkan hanya wajar, bukan hanya dibenarkan, tetapi sesekali dianjurkan, karena ketika itu, ia menjadi penyedap cinta sekaligus pemupuk kesuburan cinta sesama pasangan. Berjuang meraih cinta dan melestarikan rumah tangga, menuntut kedua kekasih untuk mengenal pasangannya, bukan saja mengenal  sebagai lawan jenis, tapi mengenal sifatnya yang khas yang pasti berbeda dengan sifat orang lain, walau jenis nya sama dengan jenis pasangan kita.

Sang Istri dan Ibunya Anak-anak yang berbahagia,
Jika mawaddah dan rahmah telah menghiasi jiwa pasangan suami istri dan terpelihara pula amanah yang mereka terima, maka pondasi rumah tangga akan kukuh, kokoh dan sendi-sendinya akan tegar. Berangkat dari kesadaran inilah aku bertemu dengan saudaraku, untuk mengurai perasaan  kurang nyaman dalam bangunan rumah tangga. Sebagai seorang ibu aku sadar bahwa hal ini merupakan pelajaran yang sangat berarti dalam perjalanan hidup, aku tidak ingin persoalan ini menjadi penghalang keharmonisan hidup dalam berumah tangga, dan jauh dari itu aku tidak berharap keadaan ini menjadi sebab murkanya pencipta, sehingga akan menurunkan azab bagi keluargaku. Oleh karena itu apapun alasan dan keadaanya, melalui pertemuan ini aku berharap ibu bisa memahami dan menunjukan kearifan untuk bisa membantu mengembalikan kesadaran agar setiap pasangan hidup menunaikan kewajiban secara penuh dan tidak mempermainkanya. Inilah harapan dari hamba yang lemah dan belumuran dosa serta menanggung beban yang berat agar tetap tegar untuk menjalani kehidupan yang penuh harapan akan kemenangan dan keberuntungan disisi Raabul’Alamiin.

Semoga renungan dan harapan ini, mempertautkan pikiran dan hati kita untuk bersama-sama melangkah dengan kesadaran demi kebahagiaan rumah tangga dan kemaslahatan bersama, serta mempertautkan persaudaraan diantara kita, untuk memberikan jaminan  kebahagiaan dan keharmonisan berumah tangga dengan pancaran cahaya Rabbani.Amiin ya Rabbil’Alaamin.

Wassalaamu ‘alaikum Wr.Wb

Bojonegoro, 16 Agustus 2003.
Hamba Yang Dha’if
ISTRI AYAH DAN IBU ANAK

KEWAJIBAN MEMBINA KELUARGA SAKINAH

Oleh: Roli Abdul Rokhman ##
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isterimu dari jenismu sendiri supaya kamu merasa cenderung dan merasa tentram kepadaNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat  tanda-tanda kebesaranNya bagi kaum yang berfikir” ( Surah Ar Ruum ayat : 21 ).
Pada ayat ini Allah SWT mengisyaratkan kepada kita empat hal:
1. Allah menjadikan pasangan suami isteri dari satu jenis: Suami dan isteri adalah pasangan yang hidup berdampingan setiap hari dan malam, suka dan duka. Karena itu harus terdiri dari satu jenis dan tabiat yaitu manusia. Apabila manusia berpasangan hidup dengan makhluk lain seperti dengan jin umpamanya, maka tidak dapat hidup berdampingan karena masing –masing mempunyai keinginan yang berlainan, sehingga maksud pernikahan/ perkawinan itu sendiri tidak tercapai.
2. Cenderung dan tentram kapada-Nya atau disebut keluarga Sakinah: Ini merupakan buah kesatuan jenis dan tabi’at. Sakinah tumbuh dari kesatuan jenis dan kesamaan tabi’at antara suami dan isteri, sedangkan sandang, pangan, papan, dan pendidikan dan lain-lain, sama-sama dikehendaki sebagai kebutuhan hidup bagi mereka sekeluarga.
3. Cinta dan kasih sayang: Kasih ( mawaddah ) itu tidak terbatas antara suami dan isteri tetapi juga akan mencakup keluarga kedua belah pihak sehingga perkawinan didukung oleh rasa cinta antara keluarga masing-masing pihak. Apabila suami isteri terikat dengan tali perkawinan maka kedua keluarga terikat dengan tali besanan ( musaharah ). Sayang ( rahmah ) yang terpancar dari lubuk hati yang bersih antara satu dengan lainnya sejak perkawinan, dan membuahkan tanggung jawab dan kesetiaan, akan terus tumbuh apalagi perkawinan itu telah membuahkan anak. Kasih sayang itu bermula dari suami kepada isteri dan sebaliknya isteri kepada suami, maka pada saat ada anak rasa kasih sayang itu semakin bertambah dengan kasih sayang itu semakin bertambah dengan kasih sayang ayah dan ibu kepada anaknya dan seterusnya. Kasih sayang adalah suatu benang halus yang ada dalam hati manusia sepanjang hidupnya. Apabila rasa kasih sayang hilang dari hati seseorang, ia akan tersisih dari keluarganya dan masyarakat umumnya. Karena itu Nabi Muhammad SAW memperingatkan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari: “Sesungguhnya Aqra bin Habis melihat Nabi Muhammad SAW sedang mencium cucunya Hasan bin Ali, lalu Aqra berkata  “sesungguhnya aku mempunyai 10 anak tetapi saya belum ada seorangpun yang dari mereka yang saya cium, maka Nabi Muhammad SAW bersabda” sesungghnya orang yang tidak mempunyai kasih sayang, maka ia tidak dikasih sayangi”.
Seorang pejabat tinggi menemui kholifah Umar bin Khatab ia sedang melihat Umar mencium anak kecil maka ia merasa heran dan merasa berat sekali untuk itu, tidak lama kemudian ia memecatnya dari jabatannya. Dengan demikian kasih sayang yang berperan  penting  dalam kehidupan manusia baik dalam keluarga,  masyarakat, pemerintahan dan lain sebagainya.

4. Berfikir:  Allah SWT meminta kita supaya memikirkan tanda-tanda kebesaran-Nya itu merupakan nikmat yang dianugerahkan kepada kita semua, yang melahirkan keluarga sakinah dengan dihiasi cinta dan kasih sayang. Coba kita berfikir seandainya Allah tidak menjadikan pasangan suami isteri dengan yang sejenisnya atau tidak memberikan cinta dan kasih sayang, apakah kita akan menemukan satu rumah tangga yang dihuni oleh keluarga sakinah?

Dalam membahas keluarga sakinah, kita perlu mengetahui terlebih dahulu tujuan perkawinan itu sendiri yaitu : Supaya terhindar dari hubungan kelamin yang haram ( hifdluddin) Dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhori berbunyi :  “Wahai para pemuda barang siapa yang telah mempunyai kesanggupan memikul biaya rumah tangga maka hendaklah menikah. Karena perkawinan dapat menutup mata dari melihat yang haram dan memelihara kelamin dari perbuatan yang dilarang oleh Allah. Dan siapa yang tidak sanggup supaya ia berpuasa, karena puasa itu dapat melemahkan syahwatnya.” Demikian juga hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Hibban. “Barang siapa yang melihat wanita karena kemegahannya tidak ditambahkan oleh Allah kepadanya kecuali kehinaan, dan barang siapa yang mengawini seseorang karena hartanya tidak ditambahkan kepadanya kecuali kefakiran, dan barang siapa mengawini seorang perempuan karena melihat silsilah keturunannya ( ningrat ) tidak ditambahkan kepadanya oleh Allah kecuali rendah diri ( minder) dan barang siapa mengawini seorang perempuan, hanya untuk menutup matanya dari yang haram , atau untuk menyambung silaturrahim, niscaya Allah melimpahkan keberkahanNya pada wanita itu dan sebaliknya”.
Diketahui dari hikmah kibijaksanaan apabila Allah mengharamkan sesuatu, maka Allah membuka pintu yang halal, sehingga fitrah manusia dapat tersalur dengan baik, seperti Allah mengharamkan zina dan menghalalkan nikah. Allah mengharamkan sesuatu bukanlah sekedar melarang saja tetapi untuk menghindari efek-efek negatif dan berbahaya bagi umat manusia seperti dalam larangan mengharamkan zina. Allah menjelaskan akibatnya : “Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang sangat keji dan suatu jalan yang buruk.” ( Surat Al Isra’ ayat : 32 ). Akibat perzinaan antara lain :
a. Anak keturunan lahir karena tidak ada hubungan keturunan dengan ayahnya dan karena memalukan seluruh keluarga
b. Menimbulkan berbagai macam penyakit yang dulu terkenal dengan sipilis atau dulu yang lazim disebut juga masyarakat sebagai raja singa. Dan sekarang telah berlembang dengan adanya penyakit AIDS
c. Jika yang melakukannya orang yang telah berumah tangga, maka rumah tangganya akan hancur, karena penyelewengan yang dilakukan oleh isteri/ suami akan menyebabkan pertengkaran antara lain suami dan isteri.

1. Kesucian Keturunan
“Dan Allah menjadikan bagi kamu  isteri-isteri dari jenis kamu sendiri yang menjadikan bagimu dan isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu –cucu, memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari ni’mat Allah?”. ( Surah An Nahl ayat : 72 ). Di sanalah Nabi Zakaria berdo’a kepada TuhanNya seraya berkata:” Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar do’a”. ( Surah Ali Imran ayat : 38 ).  “Dari Anas  RA.: Nikahkan kamu dengan wanita yang berbakat banyak anak, yang penyayang, sesungguhnya aku bangga banyak umat pada hari qiamat’. ( HR. oleh Ahmad dan ditashihkan oleh Ibnu Hibban).
Memperhatikan ayat 72 dari Surah An Nahl, Allah SWT menghendaki kelanjutan umat manusia seperti yang tersirat pula dalam firman Allah : “ Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” ( Surat Al baqarah ayat : 30 ).
Kata  khalifah mengandung makna :
a. Mengatur segala sesuatu di atas permukaan bumi dengan aturan-aturan dan ilmu pengetahuan baik dalam bentuk pemerintahan, kemasyarakatan ( sosial ), ekonomi, kebudayaan dsb.
b. Bahwa khalifah itu silih berganti dari generasi ke generasi berikutnya karena manusia tidak bisa hidup terus-menerus. Umur manusia terbatas dan pada saatnya mereka akan kembali ke pada Allah, sehingga tugas khalifah akan diteruskan kepada keturunannya sampai dengan hari kiamat.
Pada Surah Ali Imram ayat 28, dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Akhmad dan ditashihkan oleh Ibnu Hibban bahwa adanya keturunan itu adalah untuk memperbanyak umat Muhammad ( Ummat Islam )

Kewajiban Orang tua terhadap anak :
1. Anak-anak harus beriman dan bertaqwa kepada Allah dan oarng tuannya harus bertanggung jawab untuk membimbing anak-anaknya seperti disebut dalam hadits Nabi Muhammad SAW

“Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan suci. Maka orang tuanyalah yang menjadikan ia Nasrani atau Yahudi, atau Majusi “. ( HR. Bukhari dan Muslim ).Hadits ini secara jelas menyalahkan orang tua yang tidak dapat membawa anaknya kepada beriman dan bertaqwa kepada Allah.Dan berarti mereka telah mengabaikan kewajiban-kewajibannya atas anak-anaknya.
Berkenaan dengan itu orang tua berkewajiban untuk mendidik anaknya sejak kecil dengan pendidikan agama. Sebagaimana diketahui bayi yang baru lahir disunatkan adzan ditelinga kanannya dan qamat ditelinga kirinya, sehingga untuk pertama kali dia mendengar suara adalah nama Allah dan Rasulnya.
Dan disunatkan pula pada hari ketujuh lahirnya bayi untuk diberi nama yang baik, dicukurkan rambutnya, dan seberat rambutnya itu diukur dengan beratnya emas kemudian disedekahkan seharga nilai emas tersebut. Dan pada hari itu diberikan/ dicicipkan makanan bagi sang bayi. Dan disembelihkan kambing untuk aqiqah baginya.
2. Pada umur 7 ( tujuh ) tahun orang tua harus menyuruh anaknya melaksanakan sholat supaya ia terbiasa melaksanakannya pada waktu sudah mukallaf ( sudah sampai batas umur yang ia wajib melakukan shalat).
Bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda :“Perintahkanlah anak-anakmu untuk mengerjakan sholat pada saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (dalam arti mendidik ) bila mereka telah meninggalkan sholat dan telah berusia 10 tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.’ (HR. Abu Daud dan Hakim ).
Namun tidak hanya itu, orang tua harus menyuruh anak-anak itu untuk berpuasa pada bulan Ramadhan dan melakukan ibadat-ibadat lainnya.
3. Diberikan pendidikan Akhlakul karimah ( adab sopan santun) baik terhadap orang tua, saudara-saudaranya, ahli familinya, teman-temannya dan masyarakat umum, baik dalam sikapnya atau tutur bahasanya maupun yang bersifat penyakit batin seperti iri, dengki, khianat dan lain sebagainya.
4. Dapat diharapkan bahwa anak cucu mereka akan mengikut mereka dalam beriman kepada Allah, sebagaimana dimaksudkan pada surah Ath Thuur ayat : 21 )“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan. Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka dan kami tidak mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya”.Dan sama sekali tidak diharapkan seperti yang dijelaskan oleh Allah SWT, dalam surah Maryam ayat : 59 ).“Maka datanglah, sesudah mereka pengganti ( yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan”. ( Surah Maryam ayat : 59 ).
5. Kecuali pendidikan agama seperti yang dimaksud di atas, maka agar ia dapat menempuh hidup, diperlukan pendidikan-pendidikan untuk mencapai ilmu pengetahuan dan teknologi, sesuai dengan perkembangan pada saat ini dan waktu-waktu yang akan datang.
Sebagaimana diketahui demand ( tuntutan/ kebutuhan) meningkat pula dan ini tidak akan mungkin di capai tanpa pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Karena itu selain Saidina Ali bin Abi Thalib berkata :“Didiklah anak-anakmu karena mereka diciptakan utuk suatu zaman yang berbeda dengan zamanmu”.
6. Selain itu kepada bayi harus diberikan Air Susu Ibu ( ASI ) karena ASI itu mengandung gizi dan zat kekebalan yang sangat diperlukan dalam perkembangan dan pertumbuhan bayi.
Mengenai ASI ini dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 233 ditentukan waktunya :“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anak mereka selama 2 tahun penuh bagi siapa yang ingin menyusui secara sempurna”. ( Surah Al Baqarah ayat : 233).
Demikian juga pada anak Balita ( dibawah usia lima tahun ) harus diberikan makanan yang bergizi serta imunisasi. Sebagaimana diketahui dalam masa ini orang tuanya harus memberikan perhatian yang penuh kepadanya dengan segenap kasih sayang supaya ia tumbuh dengan sempurna, sehat wal afiat jasmani dan rohani.
7. Orang tua wajib memberikan makanan yang halal kepada anak-anaknya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh hakim, nabi bersabda:“Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah memberi nama baik, mendidik budi pekerti, mengajarnya menulis, berenang, memanah, memberi nafkah rezeki yang baik ( halal) serta mengawinkan apabila ia mendapat jodoh”.Makanan dan minuman yang halal yang masuk dalam tubuh si anak akan menjadi darah dan dagingnya, maka anak yang diberi makanan dan minuman yang halal pertumbuhannya akan menjadi baik pula. Ia dapat menerima yang baik dan benar, baik di bidang agama maupun di bidang lainnya, tetapi apabila ia tumbuh dari makanan dan minuman yang haram maka hatinya akan keras dan tidak mau menerima kebenaran sehingga Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits mengatakan setiap daging yang tumbuh dari yang haram, api neraka lebih berhak membakarnya pada hari kiamat.
Jika kita mau meniliti dengan sungguh-sungguh, mungkin kita akan menemukan sebab-sebab kebejatan moral anak-anak masa kini yang sudah berani membuat kejahatan-kejahatan terhadap orang lain dan membangkang terhadap orang tuannya, disebabkan karena anak itu diberikan makanan dan minuman yang haram.
8. Selain itu orang tua harus menuntun anak-anaknya untuk dapat berdiri sendiri, agar anak itu dapat menempuh hidupnya dengan baik di masa mendatang dalam melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi.
Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, maka untuk mencapai maksud semaksimal mungkin, diperlukan waktu dan kemampuan orang tuanya baik ayah maupun ibunya. Dalam hubungan inilah tumbuh pemikiran untuk mengatur kelahiran yang lazim disebut dengan Keluarga Berencana ( KB ) guna mencapai kesehatan ibu dan anak serta untuk kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga.
Prinsip ini memenuhi tujuan perkawinan untuk memperoleh keturunan di satu pihak dan memberikan kualitas anak manusia di lain pihak. Prinsip ini dilakukan di masa yang lalu dengan ‘Azl ( Coitus Interruptus atau sanggama terputus) dan ini sudah berlaku sejak Nabi Muhammad SAW masih hidup:“Kami melaksanakan ‘Azl di masa Rasulullah  SAW pada waktu ayat-ayat Al Qur’an masih turun”. ( HR. Bukhari dan Muslim ).“Kami pernah melakukan ‘Azl di zaman Rasulullah dan sampai beritanya kepada Nabi tidak melarang kami”.
Adapun pada masa kini prinsip tersebut dilaksanakan dengan alat-alat kontrasepsi, meskipun cara-caranya berbeda maksudnya sama yaitu mengatur kehamilan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga. Prinsip ini telah dibahas para ulama semenjak dahulus sampai masa kini. Dalam kitab-kitab Fiqh seperti Nihayatulmuhtaj karangan  Imam Ramli dan kitab Tasawwuf seperti Ihya Ulumuddin karangan Imam Ghozali.

2. Membentuk rumah tangga
Perkawinan itu pada hakekatnya adalah membentuk rumah tangga yang harmonis penuh dengan kedamaian yang dihiasi dengan cinta kasih sayang dengan penuh rasa tanggung jawab antara suami sebagai kepala rumah tangga dan isteri sebagai ibu rumah tangga. Yang di dalam Al Qur’an disebut:Dan bergaulah bersama mereka ( isterimu) secara yang ma’ruf ( patut ) ( Surah An Nisa’ ayat : 19 ).
Suami harus menyediakan rumah dan memberi nafkah kepada keluarga. Namun pada saat ini dalam masyarakat Indonesia isteripun turut membantu suami dalam mencari nafkah, meskipun itu bukan kewajibannya melainkan didorong oleh rasa kasih sayang yang mendalam.
Rumah tangga itu harus dipelihara bersama dengan baik sehingga kewajiban-kewajiban terhadap Allah SWT dapat dipenuhi oleh keluarga, demikian juga kewajiban orang tua terhadap anak dapat terlaksana dengan baik, begitu juga terhadap masyarakat.
Apabila hal-hal tersebut dapat berjalan dengan baik, maka keluarga dalam rumah itu adalah keluarga sakinah karena mereka sudah menemukan ketentraman dan ketenangan ( sakinah ) dalam hidup di dunia dan di akhirat nanti.
Sesuai dengan do’a yang tersebut dalam Al Qur’an Surah Al Furqaan ayat : 47 “Dan orang-orang yang berkata :” Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami iman bagi orang yang bertaqwa”. ( Surah Al Furqaan ayat 74 ).Dan dengan sendirinya isteri dan anaknya tidak akan menjadi musuh baginya sebagai yang diperingatkan Allah dalam ( Surat At Taghaabun ayat :14 )“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka”. ( Surah Surat At Taghaabun ayat :14 )
Anak –anak akan mendoakan orang tuanya, baik masa hidup maupun setelah meninggal. Diriwayatkan oleh said bin mansur dari Sufyan dari Amar bin Dinnar ia berkata:“Ibnu Umar bermaksud untuk tidakmenikah, kemudian Hapsah ( isteri Nabi Muhammad SAW) berkata kepadanya:” Wahai saudaraku jangan kamu berbuat begitu, bernikahlah, maka jika kamu dikaruniai anak dan mereka meninggal sebelum kamu, masih ada bagimu pahala dan jika mereka hidup mereka akan berdoa kepada Allah untukmu.Dan diriwayatkan oleh Muslim, Turmudzi, Nasa’I dan Abu Daud dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda :“ Apabila meninggal anak Adam, putuslah amalannya kecuali tiga (3) macam yaitu; Sedekah jariah, ilmu yang dapat dimanfaatkan oleh orang lain, dan anak yang shaleh yang berdoa ( untuk orang tuanya ).
Hubungan keluarga dan masyarakat
Masyarakat terbentuk dari unit-unit keluarga karena itu keluarga tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dan manusia adalah makhluk sosial yang satu dengan lainnya saling membutuhkan. Dalam hubungan ini Al Qur’an menyerukan :“Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan, dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” ( Surah Al maaidah ayat : 2 )Pada ayat lain Al Qur’an mengingatkan :“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang-orang miskin yang meminta-minta dan orang miskin yang tidak punya”. ( Surah Adz Dzaariaat ayat : 19 ).

Keluarga sakinah harus berperan dalam masyarakat untuk membantu orang-orang yang tidak mampu, supaya tidak timbul kesenjangan sosial. Selain itu juga harus berperan di bidang dakwah untuk mengajak umat kepada jalan Allah.
Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa keluarga sakinah adalah :
a. Keluarga yang beriman, berilmu, beramal shaleh, dengan menjunjung tinggi segala perintah Allah dan Rasulnya.
b. Dalam menciptakan hidup dalam keadaan damai pada keluarga, dimana antara suami dan isteri terdapat saling pengertian, saling membantu, saling menghormati dan dengan dilandasi oleh cinta dan kasih sayang.
c. Dapat mendidik anak-anaknya, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum serta membentuk anak sebagai insan yang berkualitas, yang dapat berguna bagi bangsa dan negara.

FORMULASI KELUARGA SAKINAH DIALAM MODERN

Oleh: Roli Abdul Rokhman ##

Keberadaan manusia yang berjenis-jenis laki-laki dan perempuan dibumi ini sudah merupakan sunatullah. Dari keduanya manusia  berkembang baik dan tersebar di seluruh dunia. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya: Artinya :“Hai sekalian manusia bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan ( mempergunakan ) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan ( peliharalah ) hubungan silaturrahi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” ( An-Nisa’ ayat 1).
Pada ayat yang lain, Allah menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan dijadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku bangsa untuk saling kenal mengenal. Artinya :“Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki, seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal.” ( Al Hujurat ayat 13).
Allah menciptakan laki-laki dan perempuan agar mereka bisa hidup berdampingan dalam pertalian rumah tangga yang bahagia da sejahtera, hidup tentram dan penuh kasih sayang. Allah berfirman : “Dan diantara kekuasaan-Nya ialah ia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu masing-masing cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti-bukti bagi kaum yang berfikir.” ( Ar-Rum ayat 21).
Rumah tangga atau keluarga yang bahagia dan sejahtera yang disebut juga keluarga Sakinah, adalah keluarga yang tenang dan tentram, rukun dan damai. Dalam keluarga itu terjalin hubungan mesra dan harmonis diantara semua anggota keluarga dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.
Keluarga sakinah, adalah keluarga yang mendapat limpahan rahmat dan berkah dari Allah SWT, menjadi dambaan dan idaman setiap insan sejak merencanakan pernikahan, serta merupakan tujuan utama dari pernikahan itu sendiri.
Dalam upaya mewujudkan keluarga bahagia dan sejahtera, ada dua faktor penting yang harus diperhatikan, yaitu dasar-dasar pembentukan rumah tangga/ keluarga dan pembinaannya.

Dasar-dasar Pembentukan Rumah Tangga/ Keluarga
Dasar pertama dalam pembentukan rumah tangga/ keluarga sakinah, agama Islam menetapkan patokan dalam pemilihan jodoh.
Pertama: agama Islam menetapkan aspek keberagamaan dari pasangan hidup berumah tangga. Aspek keberagamaan ini merupakan faktor yang amat penting yang akan mewujudkan saling pengertian dan mempercayai antara suami isteri. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW bersabda :“Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: karena hartanya, karena keturunanya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka carilah yang beragama supaya kamu berbahagia.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam hadits lain Nabi berpesan: “ janganlah kamu nikahi perempuan karena kecantikannya, boleh jadi kecantikannya membuatnya tidak baik. Dan janganlah kamu nikahi perempuan karena harta bendanya, boleh jadi harta bendanya menjadikannya manja. Tapi nikahilah perempuan karena agamanya.” (Hr. Ibnu Majah).
Kedua hadits tersebut menekankan pemilihan calon isteri. Namun, tidak berarti perempuan tidak mempunyai hak untuk memiliki calon suaminya. Islam juga menekankan pentingnya kesamaan agama antara suami isteri. Kesamaan agama antara suami isteri sangat penting dalam mewujudkan keharmonisan dalam lingkungan keluarga. Sedangkan perbedaan agama akan menimbulkan situasi konflik yang pada gilirannya akan mengakibatkan runtuhnya kehidupan keluarga. Allah berfirman: Artinya :“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang beriman lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan laki-laki musyrik dengan  wanita-wanita mukmin sebelum mereka beriman. Sesungguhnya laki-laki budak yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik, walaupun dia menarik hatimu…”(Al baqarah ayat 21). Munas II Majelis Ulama Indonesia tahun 1980 telah memfatwakan”haram”atas pernikahan campuran, yaitu pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang berbeda agama.
Kedua: Islam menekankan aspek kehormatan dalam arti terpeliharanya kesucian diri dari kedua calon suami isteri yang ingin membentuk rumah tangga. Aspek ini sangat penting karena di samping untuk menjaga kesehatan jasmani guna menjaga harmonisasi hubungan batin antara suami isteri yang saling membutuhkan, juga untuk memelihara kemurnian keturunan. Allah berfirman: Artinya:“laki-laki yang berzina tidak menikahi kecuali dengan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dinikahi kecuali oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik dalam hal ini diharamkan atas orang-orang mukmin.” ( An-Nur ayat 3).
Ketiga:Islam mencegah terjadinya pernikahan antara keluarga yang terlalu dekat (cosanguin). Di satu pihak, pernikahan dengan keluarga dekat ini ada baiknya, yaitu untuk lebih memperdekat dan memperkuat jalinan hubungan keluarga. Tetapi di lain pihak, pernikahan semacam ini dapat menimbulkan akibat fatal, semakin retak dan jauhnya hubungan keluarga bila terjadi kemelut di antara suami isteri. Selain itu menurut para ahli kandungan , pernikahan cosanguin  ini bisa menimbulkan akibat yang tidak baik terhadap anak/ keturunan, baik fisik maupun mentalnya.
Secara terinci Al Qur’an menjelaskan siapa-siapa yang mereka tidak boleh dinikahi. Firman Allah: Artinya:“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu terkecuali pada masa yang lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah serta seburuk-buruknya jalan ( yang ditempuh ). Di haramkan atasmu ( menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan,ibu-ibu yang menyusukan, Saudara-saudara perempuan yang sepersusuan, ibu-ibu isterimu ( mertua ), anak-anak isteri yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu ( dan kamu sudah ceraikan ) maka tidak berdosa kamu menikahinya, dan (diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu( menantu) dan menghimpunya (dalam pernikahan)dua orang perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( An-Nisa’ ayat 22-23).
Keempat: Islam menganjurkan menikah bagi orang yang telah mempunyai penghasilan untuk menafkahkan isteri dan anak-anaknya. Karena bagaimanapun penghasilan suami sebagai penanggung jawab dalam suatu rumah tangga sangat menunjang bagi terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW bersabda : Artinya : “ Wahai para pemuda, barang siapa di antara kamu yang telah mempunyai kesanggupan, maka hendaklah menikah. Karena beristeri itu lebih menutup pandangan mata dan memelihara farajnya. Dan barang siapa yang tidak sanggup membelanjai isteri, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu dapat menghilangkan syahwat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kelima: aspek lain sebagai dasar pembentukan rumah tangga adalah pendidikan dari calon suami isteri dalam memecahkan permasalahan yang mungkin terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Islam mengajarkan bahwa suami dan isteri mempunyai tanggung jawab dalam memelihara kehidupan rumah tangga itu. Nabi Muhammad SAW bersabda: Artinya : Dari Annas Ra.”Setiap kamu adalah penanggung jawab dan akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipercayakan kepadanya. Seorang laki-laki bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya dan akan dimintai pertanggung jawaban atasnya. Dan seorang isteri bertanggung jawab atas harta benda dan anak-anak suaminya dan akan dimintai pertanggung jawaban atasnya.”( Hr. Bukhari ).
Kiranya tingkatan pendidikan suami isteri juga akan memberikan pengaruh dalam warna dan corak kehidupan rumah tangga, baik dalam segi sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan anak-anak maupun hubungan pergaulan di antara anggota keluarga dan pola kehidupan keluarga itu sendiri. Restu dari orang tua suami isteri juga sangat penting. Karena ridha orang tua juga merupakan ridha Allah. Demikian pula dukungan dari keluarga kedua belah pihak, sehingga keluarga yang dibentuk itu bukan hanya pertalian seorang suami dan seorang isteri. Tetapi dapat menghubungkan tali silaturahmi dan persaudaraan dari dua keluarga besar.

Pembinaan Rumah Tangga/ keluarga
Setelah akad nikah berlangsung sepasang anak Adam memulai hidup baru, hidup berkeluarga dan lahirlah sebuah rumah tangga. Laki-laki dan perempuan yang sudah menjadi suami isteri mengemban tugas dan tanggung jawab untuk membina hubungan harmonis yang diwarnai dan disemangati oleh kemesraan (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah). Untuk mewujudkan rumah tangga atau keluarga sakinah yang diidamkan oleh suami isteri, Islam memberikan beberapa tuntunan yang perlu dihayati secara mendalam dan diamalkan sebaik-baiknya.
Pertama: Pada dasarnya suami isteri mempunyai derajat dan martabat yang sama sebagai manusia hanya saja dalam kehidupan rumah tangga, keduanya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda sesuai dengan kodrat masing-masing. Allah berfirman : Artinya: “Dialah yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan Allah menciptakan daripadanya isterinya, agar ia merasa senang kepadanya.” ( Al-A’raf ayat   ).
Kedua: Dalam kehidupan rumah tangga, hubungan suami isteri hendaknya saling melengkapi dan saling mengisi. Suami dapat membimbing isteri secara arif serta bijak dan isteri dapat membantu suami dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Al-Qur’an mengumpamakan suami sebagai pakaian bagi isterinya dan isteri sebagai pakaian bagi suaminya, yang berarti keduanya harus saling menutupi kekurangan dan aibnya satu sama lain. Artinya:“…Mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamu pun pakaian bagi mereka…” Al-baqarah ayat : 187)
Ketiga: Suami sebagai kepala rumah tangga agar menciptakan suasana pergaulan dalam rumah tangganya dengan baik yang dijalin oleh kemesraan dan kasih sayang. Allah berfirman: Artinya: “Dan bergaulah dengan mereka secara baik….” ( An-Nisa’ ayat: 19).
Keempat:Yang sangat penting ialah menciptakan suasana keagamaan dalam rumah tangga. Suasana keagamaan ini akan menjadikan rumah tangga yang penuh kerukunan dan kedamaian, karena didasari oleh rasa berserah diri kepada Allah. Nabi Muhammad SAW menggambarkan bahwa rumah tangga yang diwarnai suasana keagamaan ibarat orang hidup sedang rumah tangga yang sunyi dan kering  dari suasana keagamaan ibarat orang mati.” Dari Abu Musa Ra. Telah berkata : telah bersabda Rasulullah SAW,” Perumpamaan rumah yang disebut asma Allah di dalamnya dan rumah yang tidak disebut asma Allah di dalamnya ibarat orang hidup dan orang mati.” Pada hadist yang lain Rasulullah SAW menjelaskan : “Ada empat kebahagiaan seseorang, yakni: mempunyai isteri yang shaleh, anak-anak yang baik, lingkungan yang baik dan penghasilan yang tetap di negerinya.” ( HR. Ad-Daylami)
Mengenai keluarga yang mendapat rahmat Allah, Nabi Muhammad SAW bersabda: Artinya: “Apabila Allah menghendaki suatu keluarga itu mendapat kebaikan, Allah menjadikan mereka taat beragama, yang muda menghormati yang tua, menganugerahi mereka rezeki dalam kehidupan mereka,, hemat dalam pembelanjaan mereka, dan menampakkan kepada mereka keaiban mereka agar mereka cepat bertaubat. Dan apabila Allah menghendaki mereka tidak seperti itu, maka Allah meninggalkan mereka dalam kehinaan dan penderitaan.” (HR. Baihaki). Hadits tersebut memberikan pelajaran bahwa rumah tangga atau keluarga akan mendapat rahmat Allah dengan lima syarat. Kelima syarat itu ialah :
Pertama:Anggota keluarga itu taat menjalankan agamanya, bila mereka tidak taat beragama, lupa kepada Allah, ,tidak beruku’ dan bersujud, tidak bersyukur dan bertafakkur, maka keluarga itu akan hampa dan gersang, sunyi dari rahmat dan berkah Allah. Keluarga itu menjadi sangar, tidak membawa  ketenangan dan kedamaian hidup . Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya: Artinya : Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.”(Al-Hasyr ayat: 19 ).
Kedua: Yang muda menghormati yang tua, dan sebaliknya yang tua menyayangi yang muda. Ini berarti dalam keluarga itu harus diciptakan suasana saling hormat-menghormati, saling harga-menghargai, saling cinta-mencintai, saling sayang-menyayangi. Nabi Muhammad SAW mengingatkan : Artinya:“Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak menyayangi orang yang lebih muda dan orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua.” ( HR. Turmudzi). Apabila hal tersebut tidak tercipta dalam keluarga, di sebabkan semuanya sibuk dan asyik dalam kegiatan sendiri-sendiri menurut selera masing-masing, akan mengakibatkan semakin longgarnya hubungan batin di antara mereka. Orang tua kehilangan wibawanya dan anak-anak hilang sopan-santun, hormat dan patuh kepada orang tuanya. Keluarga itu tak ubahnya seperti tempat penginapan yang antara penghuninya tidak saling mengenal satu sama lain.
Ketiga: Pembiayaan keluarga itu harus berasal dari rezeki yang halal. Rezeki yang di dapat dengan cara tak halal, tidak akan membawa berkah. Sekalipun pintu rezeki terbuka lebar dan luas, akan tetap merasa kekurangan. Ibarat orang minum air laut: semakin banyak minum, semakin merasa haus dan dahaga. Nabi Muhammad SAW mengingatkan dalam sabdanya: “Akan datang kepada manusia suatu zaman, tiada peduli lagi sseorang tentang apa yang dia ambil, dari yang halal atau dari yang haram.” ( HR. Ahmad ).
Keempat; Hemat dalam pembelanjaan dan penggunaan harta, tidak boros dan tidak berlebih-lebihan serta hidup sederhana menurut kemampuan. Islam mengajarkan agar tidak kikir dan tidak loyal. Firman Allah: Artinya:“Janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan pula kamu bentangkan telapak tanganmu selebar-lebarnya, nanti kamu menjadi tercela dan menyesal.’ ( Al –isra ayat 29 ).
Kelima: Cepat mohon ampun dan bertaubat bila ada kesalahan dan kekhilafan serta saling maaf-memaafkan bila ada kesalahan diantara sesama manusia, terutama diantara anggota keluarga. Banyak kesalahan dan kekhilafan akan menjadikan hidup tidak tenang , selalu takut, cemas dan was-was. Kesalahan dianatara anggota keluarga akan menimbulkan keretakan hubungan antara mereka bahkan akan terjadi kekeruhan dalam kehidupan keluarga. Allah berfirman: Artinya:“Sesungguhnya Allah menyukai orang –orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.’ ( Al-baqarah ayat: 222).
Dengan demikian jelaslah bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga terletak pada faktor manusianya. Terutama suami dan isteri sebagai pemeran utama dalam kehidupan keluarga. Kearifan dan kebijakan suami serta keharusan dan kelembutan isteri dapat membangun taman kehidupan rumah tangga yang indah dan permai yang menyejukkan serta mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera lahir batin dengan ridha Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW bersabda : Artinya : “Orang mukmin yang lebih sempurna imannya ialah yang baik akhlaknya. Dan orang yang terbaik diantara kamu ialah yang bersikap baik terhadap isterinya.” (HR. Turmudzi). “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah isteri yang sholehah.”

 
Development by Fauns