KEWAJIBAN MEMBINA KELUARGA SAKINAH ~ Roli Abdul Rohman

.::Media Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar::.

KEWAJIBAN MEMBINA KELUARGA SAKINAH

Oleh: Roli Abdul Rokhman ##
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isterimu dari jenismu sendiri supaya kamu merasa cenderung dan merasa tentram kepadaNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat  tanda-tanda kebesaranNya bagi kaum yang berfikir” ( Surah Ar Ruum ayat : 21 ).
Pada ayat ini Allah SWT mengisyaratkan kepada kita empat hal:
1. Allah menjadikan pasangan suami isteri dari satu jenis: Suami dan isteri adalah pasangan yang hidup berdampingan setiap hari dan malam, suka dan duka. Karena itu harus terdiri dari satu jenis dan tabiat yaitu manusia. Apabila manusia berpasangan hidup dengan makhluk lain seperti dengan jin umpamanya, maka tidak dapat hidup berdampingan karena masing –masing mempunyai keinginan yang berlainan, sehingga maksud pernikahan/ perkawinan itu sendiri tidak tercapai.
2. Cenderung dan tentram kapada-Nya atau disebut keluarga Sakinah: Ini merupakan buah kesatuan jenis dan tabi’at. Sakinah tumbuh dari kesatuan jenis dan kesamaan tabi’at antara suami dan isteri, sedangkan sandang, pangan, papan, dan pendidikan dan lain-lain, sama-sama dikehendaki sebagai kebutuhan hidup bagi mereka sekeluarga.
3. Cinta dan kasih sayang: Kasih ( mawaddah ) itu tidak terbatas antara suami dan isteri tetapi juga akan mencakup keluarga kedua belah pihak sehingga perkawinan didukung oleh rasa cinta antara keluarga masing-masing pihak. Apabila suami isteri terikat dengan tali perkawinan maka kedua keluarga terikat dengan tali besanan ( musaharah ). Sayang ( rahmah ) yang terpancar dari lubuk hati yang bersih antara satu dengan lainnya sejak perkawinan, dan membuahkan tanggung jawab dan kesetiaan, akan terus tumbuh apalagi perkawinan itu telah membuahkan anak. Kasih sayang itu bermula dari suami kepada isteri dan sebaliknya isteri kepada suami, maka pada saat ada anak rasa kasih sayang itu semakin bertambah dengan kasih sayang itu semakin bertambah dengan kasih sayang ayah dan ibu kepada anaknya dan seterusnya. Kasih sayang adalah suatu benang halus yang ada dalam hati manusia sepanjang hidupnya. Apabila rasa kasih sayang hilang dari hati seseorang, ia akan tersisih dari keluarganya dan masyarakat umumnya. Karena itu Nabi Muhammad SAW memperingatkan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari: “Sesungguhnya Aqra bin Habis melihat Nabi Muhammad SAW sedang mencium cucunya Hasan bin Ali, lalu Aqra berkata  “sesungguhnya aku mempunyai 10 anak tetapi saya belum ada seorangpun yang dari mereka yang saya cium, maka Nabi Muhammad SAW bersabda” sesungghnya orang yang tidak mempunyai kasih sayang, maka ia tidak dikasih sayangi”.
Seorang pejabat tinggi menemui kholifah Umar bin Khatab ia sedang melihat Umar mencium anak kecil maka ia merasa heran dan merasa berat sekali untuk itu, tidak lama kemudian ia memecatnya dari jabatannya. Dengan demikian kasih sayang yang berperan  penting  dalam kehidupan manusia baik dalam keluarga,  masyarakat, pemerintahan dan lain sebagainya.

4. Berfikir:  Allah SWT meminta kita supaya memikirkan tanda-tanda kebesaran-Nya itu merupakan nikmat yang dianugerahkan kepada kita semua, yang melahirkan keluarga sakinah dengan dihiasi cinta dan kasih sayang. Coba kita berfikir seandainya Allah tidak menjadikan pasangan suami isteri dengan yang sejenisnya atau tidak memberikan cinta dan kasih sayang, apakah kita akan menemukan satu rumah tangga yang dihuni oleh keluarga sakinah?

Dalam membahas keluarga sakinah, kita perlu mengetahui terlebih dahulu tujuan perkawinan itu sendiri yaitu : Supaya terhindar dari hubungan kelamin yang haram ( hifdluddin) Dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhori berbunyi :  “Wahai para pemuda barang siapa yang telah mempunyai kesanggupan memikul biaya rumah tangga maka hendaklah menikah. Karena perkawinan dapat menutup mata dari melihat yang haram dan memelihara kelamin dari perbuatan yang dilarang oleh Allah. Dan siapa yang tidak sanggup supaya ia berpuasa, karena puasa itu dapat melemahkan syahwatnya.” Demikian juga hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Hibban. “Barang siapa yang melihat wanita karena kemegahannya tidak ditambahkan oleh Allah kepadanya kecuali kehinaan, dan barang siapa yang mengawini seseorang karena hartanya tidak ditambahkan kepadanya kecuali kefakiran, dan barang siapa mengawini seorang perempuan karena melihat silsilah keturunannya ( ningrat ) tidak ditambahkan kepadanya oleh Allah kecuali rendah diri ( minder) dan barang siapa mengawini seorang perempuan, hanya untuk menutup matanya dari yang haram , atau untuk menyambung silaturrahim, niscaya Allah melimpahkan keberkahanNya pada wanita itu dan sebaliknya”.
Diketahui dari hikmah kibijaksanaan apabila Allah mengharamkan sesuatu, maka Allah membuka pintu yang halal, sehingga fitrah manusia dapat tersalur dengan baik, seperti Allah mengharamkan zina dan menghalalkan nikah. Allah mengharamkan sesuatu bukanlah sekedar melarang saja tetapi untuk menghindari efek-efek negatif dan berbahaya bagi umat manusia seperti dalam larangan mengharamkan zina. Allah menjelaskan akibatnya : “Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang sangat keji dan suatu jalan yang buruk.” ( Surat Al Isra’ ayat : 32 ). Akibat perzinaan antara lain :
a. Anak keturunan lahir karena tidak ada hubungan keturunan dengan ayahnya dan karena memalukan seluruh keluarga
b. Menimbulkan berbagai macam penyakit yang dulu terkenal dengan sipilis atau dulu yang lazim disebut juga masyarakat sebagai raja singa. Dan sekarang telah berlembang dengan adanya penyakit AIDS
c. Jika yang melakukannya orang yang telah berumah tangga, maka rumah tangganya akan hancur, karena penyelewengan yang dilakukan oleh isteri/ suami akan menyebabkan pertengkaran antara lain suami dan isteri.

1. Kesucian Keturunan
“Dan Allah menjadikan bagi kamu  isteri-isteri dari jenis kamu sendiri yang menjadikan bagimu dan isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu –cucu, memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari ni’mat Allah?”. ( Surah An Nahl ayat : 72 ). Di sanalah Nabi Zakaria berdo’a kepada TuhanNya seraya berkata:” Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar do’a”. ( Surah Ali Imran ayat : 38 ).  “Dari Anas  RA.: Nikahkan kamu dengan wanita yang berbakat banyak anak, yang penyayang, sesungguhnya aku bangga banyak umat pada hari qiamat’. ( HR. oleh Ahmad dan ditashihkan oleh Ibnu Hibban).
Memperhatikan ayat 72 dari Surah An Nahl, Allah SWT menghendaki kelanjutan umat manusia seperti yang tersirat pula dalam firman Allah : “ Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” ( Surat Al baqarah ayat : 30 ).
Kata  khalifah mengandung makna :
a. Mengatur segala sesuatu di atas permukaan bumi dengan aturan-aturan dan ilmu pengetahuan baik dalam bentuk pemerintahan, kemasyarakatan ( sosial ), ekonomi, kebudayaan dsb.
b. Bahwa khalifah itu silih berganti dari generasi ke generasi berikutnya karena manusia tidak bisa hidup terus-menerus. Umur manusia terbatas dan pada saatnya mereka akan kembali ke pada Allah, sehingga tugas khalifah akan diteruskan kepada keturunannya sampai dengan hari kiamat.
Pada Surah Ali Imram ayat 28, dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Akhmad dan ditashihkan oleh Ibnu Hibban bahwa adanya keturunan itu adalah untuk memperbanyak umat Muhammad ( Ummat Islam )

Kewajiban Orang tua terhadap anak :
1. Anak-anak harus beriman dan bertaqwa kepada Allah dan oarng tuannya harus bertanggung jawab untuk membimbing anak-anaknya seperti disebut dalam hadits Nabi Muhammad SAW

“Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan suci. Maka orang tuanyalah yang menjadikan ia Nasrani atau Yahudi, atau Majusi “. ( HR. Bukhari dan Muslim ).Hadits ini secara jelas menyalahkan orang tua yang tidak dapat membawa anaknya kepada beriman dan bertaqwa kepada Allah.Dan berarti mereka telah mengabaikan kewajiban-kewajibannya atas anak-anaknya.
Berkenaan dengan itu orang tua berkewajiban untuk mendidik anaknya sejak kecil dengan pendidikan agama. Sebagaimana diketahui bayi yang baru lahir disunatkan adzan ditelinga kanannya dan qamat ditelinga kirinya, sehingga untuk pertama kali dia mendengar suara adalah nama Allah dan Rasulnya.
Dan disunatkan pula pada hari ketujuh lahirnya bayi untuk diberi nama yang baik, dicukurkan rambutnya, dan seberat rambutnya itu diukur dengan beratnya emas kemudian disedekahkan seharga nilai emas tersebut. Dan pada hari itu diberikan/ dicicipkan makanan bagi sang bayi. Dan disembelihkan kambing untuk aqiqah baginya.
2. Pada umur 7 ( tujuh ) tahun orang tua harus menyuruh anaknya melaksanakan sholat supaya ia terbiasa melaksanakannya pada waktu sudah mukallaf ( sudah sampai batas umur yang ia wajib melakukan shalat).
Bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda :“Perintahkanlah anak-anakmu untuk mengerjakan sholat pada saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (dalam arti mendidik ) bila mereka telah meninggalkan sholat dan telah berusia 10 tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.’ (HR. Abu Daud dan Hakim ).
Namun tidak hanya itu, orang tua harus menyuruh anak-anak itu untuk berpuasa pada bulan Ramadhan dan melakukan ibadat-ibadat lainnya.
3. Diberikan pendidikan Akhlakul karimah ( adab sopan santun) baik terhadap orang tua, saudara-saudaranya, ahli familinya, teman-temannya dan masyarakat umum, baik dalam sikapnya atau tutur bahasanya maupun yang bersifat penyakit batin seperti iri, dengki, khianat dan lain sebagainya.
4. Dapat diharapkan bahwa anak cucu mereka akan mengikut mereka dalam beriman kepada Allah, sebagaimana dimaksudkan pada surah Ath Thuur ayat : 21 )“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan. Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka dan kami tidak mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya”.Dan sama sekali tidak diharapkan seperti yang dijelaskan oleh Allah SWT, dalam surah Maryam ayat : 59 ).“Maka datanglah, sesudah mereka pengganti ( yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan”. ( Surah Maryam ayat : 59 ).
5. Kecuali pendidikan agama seperti yang dimaksud di atas, maka agar ia dapat menempuh hidup, diperlukan pendidikan-pendidikan untuk mencapai ilmu pengetahuan dan teknologi, sesuai dengan perkembangan pada saat ini dan waktu-waktu yang akan datang.
Sebagaimana diketahui demand ( tuntutan/ kebutuhan) meningkat pula dan ini tidak akan mungkin di capai tanpa pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Karena itu selain Saidina Ali bin Abi Thalib berkata :“Didiklah anak-anakmu karena mereka diciptakan utuk suatu zaman yang berbeda dengan zamanmu”.
6. Selain itu kepada bayi harus diberikan Air Susu Ibu ( ASI ) karena ASI itu mengandung gizi dan zat kekebalan yang sangat diperlukan dalam perkembangan dan pertumbuhan bayi.
Mengenai ASI ini dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 233 ditentukan waktunya :“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anak mereka selama 2 tahun penuh bagi siapa yang ingin menyusui secara sempurna”. ( Surah Al Baqarah ayat : 233).
Demikian juga pada anak Balita ( dibawah usia lima tahun ) harus diberikan makanan yang bergizi serta imunisasi. Sebagaimana diketahui dalam masa ini orang tuanya harus memberikan perhatian yang penuh kepadanya dengan segenap kasih sayang supaya ia tumbuh dengan sempurna, sehat wal afiat jasmani dan rohani.
7. Orang tua wajib memberikan makanan yang halal kepada anak-anaknya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh hakim, nabi bersabda:“Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah memberi nama baik, mendidik budi pekerti, mengajarnya menulis, berenang, memanah, memberi nafkah rezeki yang baik ( halal) serta mengawinkan apabila ia mendapat jodoh”.Makanan dan minuman yang halal yang masuk dalam tubuh si anak akan menjadi darah dan dagingnya, maka anak yang diberi makanan dan minuman yang halal pertumbuhannya akan menjadi baik pula. Ia dapat menerima yang baik dan benar, baik di bidang agama maupun di bidang lainnya, tetapi apabila ia tumbuh dari makanan dan minuman yang haram maka hatinya akan keras dan tidak mau menerima kebenaran sehingga Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits mengatakan setiap daging yang tumbuh dari yang haram, api neraka lebih berhak membakarnya pada hari kiamat.
Jika kita mau meniliti dengan sungguh-sungguh, mungkin kita akan menemukan sebab-sebab kebejatan moral anak-anak masa kini yang sudah berani membuat kejahatan-kejahatan terhadap orang lain dan membangkang terhadap orang tuannya, disebabkan karena anak itu diberikan makanan dan minuman yang haram.
8. Selain itu orang tua harus menuntun anak-anaknya untuk dapat berdiri sendiri, agar anak itu dapat menempuh hidupnya dengan baik di masa mendatang dalam melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi.
Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, maka untuk mencapai maksud semaksimal mungkin, diperlukan waktu dan kemampuan orang tuanya baik ayah maupun ibunya. Dalam hubungan inilah tumbuh pemikiran untuk mengatur kelahiran yang lazim disebut dengan Keluarga Berencana ( KB ) guna mencapai kesehatan ibu dan anak serta untuk kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga.
Prinsip ini memenuhi tujuan perkawinan untuk memperoleh keturunan di satu pihak dan memberikan kualitas anak manusia di lain pihak. Prinsip ini dilakukan di masa yang lalu dengan ‘Azl ( Coitus Interruptus atau sanggama terputus) dan ini sudah berlaku sejak Nabi Muhammad SAW masih hidup:“Kami melaksanakan ‘Azl di masa Rasulullah  SAW pada waktu ayat-ayat Al Qur’an masih turun”. ( HR. Bukhari dan Muslim ).“Kami pernah melakukan ‘Azl di zaman Rasulullah dan sampai beritanya kepada Nabi tidak melarang kami”.
Adapun pada masa kini prinsip tersebut dilaksanakan dengan alat-alat kontrasepsi, meskipun cara-caranya berbeda maksudnya sama yaitu mengatur kehamilan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga. Prinsip ini telah dibahas para ulama semenjak dahulus sampai masa kini. Dalam kitab-kitab Fiqh seperti Nihayatulmuhtaj karangan  Imam Ramli dan kitab Tasawwuf seperti Ihya Ulumuddin karangan Imam Ghozali.

2. Membentuk rumah tangga
Perkawinan itu pada hakekatnya adalah membentuk rumah tangga yang harmonis penuh dengan kedamaian yang dihiasi dengan cinta kasih sayang dengan penuh rasa tanggung jawab antara suami sebagai kepala rumah tangga dan isteri sebagai ibu rumah tangga. Yang di dalam Al Qur’an disebut:Dan bergaulah bersama mereka ( isterimu) secara yang ma’ruf ( patut ) ( Surah An Nisa’ ayat : 19 ).
Suami harus menyediakan rumah dan memberi nafkah kepada keluarga. Namun pada saat ini dalam masyarakat Indonesia isteripun turut membantu suami dalam mencari nafkah, meskipun itu bukan kewajibannya melainkan didorong oleh rasa kasih sayang yang mendalam.
Rumah tangga itu harus dipelihara bersama dengan baik sehingga kewajiban-kewajiban terhadap Allah SWT dapat dipenuhi oleh keluarga, demikian juga kewajiban orang tua terhadap anak dapat terlaksana dengan baik, begitu juga terhadap masyarakat.
Apabila hal-hal tersebut dapat berjalan dengan baik, maka keluarga dalam rumah itu adalah keluarga sakinah karena mereka sudah menemukan ketentraman dan ketenangan ( sakinah ) dalam hidup di dunia dan di akhirat nanti.
Sesuai dengan do’a yang tersebut dalam Al Qur’an Surah Al Furqaan ayat : 47 “Dan orang-orang yang berkata :” Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami iman bagi orang yang bertaqwa”. ( Surah Al Furqaan ayat 74 ).Dan dengan sendirinya isteri dan anaknya tidak akan menjadi musuh baginya sebagai yang diperingatkan Allah dalam ( Surat At Taghaabun ayat :14 )“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka”. ( Surah Surat At Taghaabun ayat :14 )
Anak –anak akan mendoakan orang tuanya, baik masa hidup maupun setelah meninggal. Diriwayatkan oleh said bin mansur dari Sufyan dari Amar bin Dinnar ia berkata:“Ibnu Umar bermaksud untuk tidakmenikah, kemudian Hapsah ( isteri Nabi Muhammad SAW) berkata kepadanya:” Wahai saudaraku jangan kamu berbuat begitu, bernikahlah, maka jika kamu dikaruniai anak dan mereka meninggal sebelum kamu, masih ada bagimu pahala dan jika mereka hidup mereka akan berdoa kepada Allah untukmu.Dan diriwayatkan oleh Muslim, Turmudzi, Nasa’I dan Abu Daud dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda :“ Apabila meninggal anak Adam, putuslah amalannya kecuali tiga (3) macam yaitu; Sedekah jariah, ilmu yang dapat dimanfaatkan oleh orang lain, dan anak yang shaleh yang berdoa ( untuk orang tuanya ).
Hubungan keluarga dan masyarakat
Masyarakat terbentuk dari unit-unit keluarga karena itu keluarga tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dan manusia adalah makhluk sosial yang satu dengan lainnya saling membutuhkan. Dalam hubungan ini Al Qur’an menyerukan :“Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan, dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” ( Surah Al maaidah ayat : 2 )Pada ayat lain Al Qur’an mengingatkan :“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang-orang miskin yang meminta-minta dan orang miskin yang tidak punya”. ( Surah Adz Dzaariaat ayat : 19 ).

Keluarga sakinah harus berperan dalam masyarakat untuk membantu orang-orang yang tidak mampu, supaya tidak timbul kesenjangan sosial. Selain itu juga harus berperan di bidang dakwah untuk mengajak umat kepada jalan Allah.
Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa keluarga sakinah adalah :
a. Keluarga yang beriman, berilmu, beramal shaleh, dengan menjunjung tinggi segala perintah Allah dan Rasulnya.
b. Dalam menciptakan hidup dalam keadaan damai pada keluarga, dimana antara suami dan isteri terdapat saling pengertian, saling membantu, saling menghormati dan dengan dilandasi oleh cinta dan kasih sayang.
c. Dapat mendidik anak-anaknya, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum serta membentuk anak sebagai insan yang berkualitas, yang dapat berguna bagi bangsa dan negara.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Development by Fauns