Kepada Yang Terhormat;
Sang Istri dan Ibunya Anak-anak
di-WISMA KEDIAMAN
Assalaamu’Alaikum Wr. Wb
Teriring salam dan do’a, semoga keluarga kita senantiasa dalam bimbingan dan Naungan al Kholiq al Mudabbir. Amiin .
Sang Istri dan Ibunya Anak-anak yang berbahagia,
Mengapa Allah Swt selaku al kholiq, mengatur hubungan antar manusia ? Mengapa diarahkan sedemikian rupa ? Mengapa ada ketentuan boleh dan tidak boleh ? Mengapa ada syarat dan ada rukun ? Mengapa ada rincian peraturan ? Hal ini dikarenakan adanya hubungan antar manusia, apalagi hubungan perkawinan, tidak semudah apa yang diduga serta direncanakan. Ia bukan angka yang dapat dihitung atau diprediksi. Membangun rumah tangga bukan seperti membangun rumah, menyusun batu bata di atas tanah. Tidak juga seperti membuat taman, merangkai bunga, apalagi seperti menghitung binatang dalam kandang, bahkan sering terjadi kesenjangan antara yang diangankan dengan realitas yang dijalani.
Sang Istri dan Ibunya Anak-anak yang berbahagia,
Pengalaman hidup kita dalam bergaul menunjukan betapa sulitnya menjalin hubungan harmonis dengan sesama manusia. Tidak jarang kita mengerahkan sekian banyak tenaga, hanya untuk menguraikan persoalan sepele, menyisihkan sekian banyak waktu untuk menjelaskan maksud baik yang disalah pahami. Memang hubungan antar manusia sering diliputi kabut hitam, yang gelap dan sulit ditembus cahaya kebenaran, keadaan inilah yang seringkali memicu lahirnya perselisihan dan aneka problem yang menyelimuti rumah tangga.
Walaupun manusia telah mengalami kemajuan dan mencapai keberhasilan dalam berbagai bidang, akan tetapi kemajuan itu bukan dalam menyelesaikan perselisihan atau memecahkan problema yang dihadapi dalam bangunan rumah tangganya. Manusia dan pergaulan antar sesamanya sejak dulu hingga kini menghadapi problema yang tidak jauh berbeda, yang berbeda hanyalah segala hal yang bersifat bendawi (sarana dan prasarana). Kesalah pahaman, kecemburuan, cinta, perkawinan dan kasih sayang ataupun kebutuhan akan kedamaian adalah fitrah yang dimiliki manusia.
Kita semua senang memiliki pasangan, senang bercinta, tetapi pernakah kita bertanya mengapa demikian dan untuk apa itu? Boleh jadi kita pernah bertanya , tetapi mengetahui jawabannya pasti tidak mudah, kecuali yang mendapat petunjuk dari Allah SWT. Sekali lagi , hubungan antar manusia seringkali rumit, tidak jelas dan penuh problem. Problem akan bertambah banyak, jika kita tidak berusaha mengetahui duduk persoalannya , karena itu problema harus dihadapi secara optimis, bukan dengan menutup mata ataupun mengabaikannya, tetapi dengan sekuat daya dan upaya untuk mencari tahu apa dan siapa yang dihadapi, serta bagaimana mengatasinya, untuk menjaga citra diri dan harkat kemanusiaan yang asasi dalam hidupnya.
Sang Istri dan Ibunya Anak-anak yang baik hati,
Cinta manusia itu pada awalnya berangkat dari main-mainan, kemudian menunjukan bentuknya yang tidak disadari, dan tibalah masa kelahiran, kemudian terus berkembang secara sistemik, baik menurun maupun menanjak dan sampai akhirnya ada masa kejenuhan ataupun kepunahan. Pandangan pertama dapat melahirkan cinta, demikian juga mendegar sifat-sifat seseorang. Bahkan seorang ulama’ besar yang hidup sekitar 12 abad yang lalu (Ibn Hazm) mengisahkan bahwa dia mengenal seseorang yang jatuh cinta melalui mimpi, namun cinta yang demikian itu rapuh bahkan bisa putus jiuka tidak ditopang unsure yang lain. Kalau demikian halnya, maka cinta jangan dikira hanya sekadar keinginan untuk menjalin hubungan lawan jenis, sekedar bercakap pun belum tetntu, apalagi jika hubungan dimaksud diharapkan langgeng. Pada saat kita rasakan keinginan itu, maka pada saat itulah dimulai perjuangan untuk mengembangkan dan menyuburkan cinta dan dari sinilah bermula perjuangan melanggengkan perkawinan. Juru masak tidak juga mahir hanya dengan menghayalkan hidangan lezat. Mereka perlu waktu untuk belajar dan juga perlu berkorban. Demikian halnya dengan mengembangkan cinta dan membina rumah tangga kalau tidak ingin ia terkubur selama-lamanya.
Sang Istri dan Ibunya Anak-anak yang mulia,
Tidak mungkin kiranya kita akan memberi apa yang tidak dimiliki. Tidak mungkin miencintai kalau tidak memiliki cinta, tetapi jangan menduga cinta dan kasih sayang terkubur hanya pada saat masing-masing bersikeras terhadap keinginannya. Ia bisa terkubur saat salah satu pihak selalu ego untuk melebur keinginan kekasihnya. Dari sinilah sebuah pertengkaran bila tidak berlebihan dan tidak didengar orang bahkan hanya wajar, bukan hanya dibenarkan, tetapi sesekali dianjurkan, karena ketika itu, ia menjadi penyedap cinta sekaligus pemupuk kesuburan cinta sesama pasangan. Berjuang meraih cinta dan melestarikan rumah tangga, menuntut kedua kekasih untuk mengenal pasangannya, bukan saja mengenal sebagai lawan jenis, tapi mengenal sifatnya yang khas yang pasti berbeda dengan sifat orang lain, walau jenis nya sama dengan jenis pasangan kita.
Sang Istri dan Ibunya Anak-anak yang berbahagia,
Jika mawaddah dan rahmah telah menghiasi jiwa pasangan suami istri dan terpelihara pula amanah yang mereka terima, maka pondasi rumah tangga akan kukuh, kokoh dan sendi-sendinya akan tegar. Berangkat dari kesadaran inilah aku bertemu dengan saudaraku, untuk mengurai perasaan kurang nyaman dalam bangunan rumah tangga. Sebagai seorang ibu aku sadar bahwa hal ini merupakan pelajaran yang sangat berarti dalam perjalanan hidup, aku tidak ingin persoalan ini menjadi penghalang keharmonisan hidup dalam berumah tangga, dan jauh dari itu aku tidak berharap keadaan ini menjadi sebab murkanya pencipta, sehingga akan menurunkan azab bagi keluargaku. Oleh karena itu apapun alasan dan keadaanya, melalui pertemuan ini aku berharap ibu bisa memahami dan menunjukan kearifan untuk bisa membantu mengembalikan kesadaran agar setiap pasangan hidup menunaikan kewajiban secara penuh dan tidak mempermainkanya. Inilah harapan dari hamba yang lemah dan belumuran dosa serta menanggung beban yang berat agar tetap tegar untuk menjalani kehidupan yang penuh harapan akan kemenangan dan keberuntungan disisi Raabul’Alamiin.
Semoga renungan dan harapan ini, mempertautkan pikiran dan hati kita untuk bersama-sama melangkah dengan kesadaran demi kebahagiaan rumah tangga dan kemaslahatan bersama, serta mempertautkan persaudaraan diantara kita, untuk memberikan jaminan kebahagiaan dan keharmonisan berumah tangga dengan pancaran cahaya Rabbani.Amiin ya Rabbil’Alaamin.
Wassalaamu ‘alaikum Wr.Wb
Bojonegoro, 16 Agustus 2003.
Hamba Yang Dha’if
ISTRI AYAH DAN IBU ANAK
1 komentar:
subhanallah, tulisannya patut dijadikan renungan
Posting Komentar